Siapa yang tidak kenal dengan Eka Tjipta Widjaja? Ya, Eka merupakan pendiri Sinar Mas Grup yang kini bertengger di posisi ketiga dalam daftar sepuluh orang terkaya di Indonesia versi majalah Globe Asia 2008 dengan total kekayaan U$ 3,8 miliar. Tentu saja kesuksesan yang diraih Eka dicapai dengan penuh perjuangan dan kerja keras dari usia belia.
Jiwa bisnisnya sudah telihat ketika ia berusia sembilan tahun. Saat itu, Eka dan keluarganya hidup dalam kemiskinan. Eka pun membantu sang ayah berjualan di Ujung Pandang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Eka pun berjualan dari rumah ke rumah. Walaupun hanya dapat berkomunikasi dalam bahasa Hokkian, Eka tidak patah semangat untuk berjualan. Ia banyak menggunakan bahasa "Tarzan", yaitu dengan menujuk-nunjuk atau menggunakan bahasa tubuh untuk menjual barang bawaannya.
Karena terdidik dengan pola sebagai pedagang, ia pun memutuskan untuk berusaha sendiri pada usia yang masih sangat belia, 15 tahun. Usaha pertama yang dilakukannya adalah menjual biskuit dan gula-gula. Namun karena tidak ada modal, Eka lantas bermaksud mengambil barang dulu dan kelak setelah menjadi uang baru dibayar. Tentunya, ia tak langsung dipercaya. Ia banyak sekali mendapat penolakan di beberapa toko grosir.
Ditolak di beberapa grosir tak membuatnya berputus asa. Eka pun menaruh jaminan ijazah SD sebagai identitas untuk bisa mengambil barang-barang dagangannya. Dengan cara ini, ia pun pelan-pelan bisa mendapat kepercayaan mengambil barang tanpa harus membayar di muka, meski barang yang bisa dijual tidak banyak. Kala itu, ia mendapat jatah empat buah kaleng biskuit dan gula-gula kembang senilai 21,50 gulden. Dengan barang jualan itu, ia selalu bersemangat berjualan dengan bersepeda ke toko-toko di wilayah Makasar. Pelan tapi pasti, usaha ini terus berkembang hingga akhirnya ia bisa berjualan dengan menyewa becak.
Saat mulai berkembang, bisnisnya sempat goncang. Ketika Jepang masuk Makasar tahun 1941, ia jatuh miskin lagi. Tetapi Eka memang tipikal orang yang pantang menyerah. Meski jatuh berkali-kali, ia tetap semangat membangun kembali usahanya. Saat itulah ia melihat truk-truk tentara Jepang yang sedang membuang bongkahan. Eka melihat sak-sak tepung terigu, semen, besi-besi bekas, dan merasa barang-barang itu merupakan peluang bisnis yang bisa digarap untuk kembali membangun usaha. Barang-barang bekas tersebut lantas dibawanya kembali ke rumah, dibungkus seperti semula, kemudian dijualnya. Perkiraannya ternyata tepat. Barang bekas itu ternyata laku.
Itulah gambaran keuletan seorang Eka Tjipta. Figurnya memang dikenal pantang menyerah. Dengan kekayaan mental itu, usaha demi usaha yang dirintis oleh Eka berbuah manis. Kini, dengan Sinar Mas-nya, ia telah memiliki empat sayap bisnis utama yang meliputi bisnis finansial, bubur kertas (pulp) dan kertas, agrobisnis, dan real estate. Bisnis keuangan dikendalikan Sinar Mas Multiartha, sementara usaha pulp di bawah Asia Pulp & Paper. Sementara itu, kelompok agrobisnis dikendalikan Smart Corp dan propertinya ada di bawah kendali Duta Pertiwi.
Eka bukan hanya memiliki jiwa bisnis, namun ia juga memiliki jiwa sosial. Untuk itu Eka mendirikan yayasan "Eka Tjipta Foundation" sebagai bentuk kepedulian sosialnya. Eka berusaha menunjukkan kepedulian dengan mendirikan sebuah organisasi nirlaba yang di antaranya memberikan perhatian pada persoalan pembangunan sosial kemasyarakatan.
Berada ditengah-tengah perekonomian keluarga yang sulit membuat Eka harus berjuang membantu orangtua mencukupi kebutuhan mereka. Semangat dan tekad yang kuat untuk membantu keluarganya berbuah manis. Berbagai pengalaman pahit dalam berdagang ia jalani dengan sikap optimis. Eka merupakan sosok yang tidak mudah putus asa dan pantang menyerah. Ketika gagal ia mampu untuk bangkit lagi. Bangkit dengan membaca peluang yang ada disekitarnya. Kekayaan mental seperti inilah yang perlu selalu kita miliki untuk menjadi seorang pemenang, dalam segala bidang.
Jiwa bisnisnya sudah telihat ketika ia berusia sembilan tahun. Saat itu, Eka dan keluarganya hidup dalam kemiskinan. Eka pun membantu sang ayah berjualan di Ujung Pandang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Eka pun berjualan dari rumah ke rumah. Walaupun hanya dapat berkomunikasi dalam bahasa Hokkian, Eka tidak patah semangat untuk berjualan. Ia banyak menggunakan bahasa "Tarzan", yaitu dengan menujuk-nunjuk atau menggunakan bahasa tubuh untuk menjual barang bawaannya.
Karena terdidik dengan pola sebagai pedagang, ia pun memutuskan untuk berusaha sendiri pada usia yang masih sangat belia, 15 tahun. Usaha pertama yang dilakukannya adalah menjual biskuit dan gula-gula. Namun karena tidak ada modal, Eka lantas bermaksud mengambil barang dulu dan kelak setelah menjadi uang baru dibayar. Tentunya, ia tak langsung dipercaya. Ia banyak sekali mendapat penolakan di beberapa toko grosir.
Ditolak di beberapa grosir tak membuatnya berputus asa. Eka pun menaruh jaminan ijazah SD sebagai identitas untuk bisa mengambil barang-barang dagangannya. Dengan cara ini, ia pun pelan-pelan bisa mendapat kepercayaan mengambil barang tanpa harus membayar di muka, meski barang yang bisa dijual tidak banyak. Kala itu, ia mendapat jatah empat buah kaleng biskuit dan gula-gula kembang senilai 21,50 gulden. Dengan barang jualan itu, ia selalu bersemangat berjualan dengan bersepeda ke toko-toko di wilayah Makasar. Pelan tapi pasti, usaha ini terus berkembang hingga akhirnya ia bisa berjualan dengan menyewa becak.
Saat mulai berkembang, bisnisnya sempat goncang. Ketika Jepang masuk Makasar tahun 1941, ia jatuh miskin lagi. Tetapi Eka memang tipikal orang yang pantang menyerah. Meski jatuh berkali-kali, ia tetap semangat membangun kembali usahanya. Saat itulah ia melihat truk-truk tentara Jepang yang sedang membuang bongkahan. Eka melihat sak-sak tepung terigu, semen, besi-besi bekas, dan merasa barang-barang itu merupakan peluang bisnis yang bisa digarap untuk kembali membangun usaha. Barang-barang bekas tersebut lantas dibawanya kembali ke rumah, dibungkus seperti semula, kemudian dijualnya. Perkiraannya ternyata tepat. Barang bekas itu ternyata laku.
Itulah gambaran keuletan seorang Eka Tjipta. Figurnya memang dikenal pantang menyerah. Dengan kekayaan mental itu, usaha demi usaha yang dirintis oleh Eka berbuah manis. Kini, dengan Sinar Mas-nya, ia telah memiliki empat sayap bisnis utama yang meliputi bisnis finansial, bubur kertas (pulp) dan kertas, agrobisnis, dan real estate. Bisnis keuangan dikendalikan Sinar Mas Multiartha, sementara usaha pulp di bawah Asia Pulp & Paper. Sementara itu, kelompok agrobisnis dikendalikan Smart Corp dan propertinya ada di bawah kendali Duta Pertiwi.
Eka bukan hanya memiliki jiwa bisnis, namun ia juga memiliki jiwa sosial. Untuk itu Eka mendirikan yayasan "Eka Tjipta Foundation" sebagai bentuk kepedulian sosialnya. Eka berusaha menunjukkan kepedulian dengan mendirikan sebuah organisasi nirlaba yang di antaranya memberikan perhatian pada persoalan pembangunan sosial kemasyarakatan.
Berada ditengah-tengah perekonomian keluarga yang sulit membuat Eka harus berjuang membantu orangtua mencukupi kebutuhan mereka. Semangat dan tekad yang kuat untuk membantu keluarganya berbuah manis. Berbagai pengalaman pahit dalam berdagang ia jalani dengan sikap optimis. Eka merupakan sosok yang tidak mudah putus asa dan pantang menyerah. Ketika gagal ia mampu untuk bangkit lagi. Bangkit dengan membaca peluang yang ada disekitarnya. Kekayaan mental seperti inilah yang perlu selalu kita miliki untuk menjadi seorang pemenang, dalam segala bidang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar